“Kunjungan ke Candi Banyunibo: Tantangan Pelestarian dan Peluang Pemanfaatan Cagar Budaya Setempat”

08 Agustus 2018 01:56:36 WIB

Oleh: Tim KKN – PPM UGM 2018, Sub – unit 4, Dusun Kaligatuk

Benda/situs cagar budaya merupakan salah satu tinggalan yang dimiliki oleh sebuah komunitas masyarakat. Cagar budaya tidak hanya menceritakan peradaban suatu masyarakat dalam suatu wilayah, tetapi juga perwujudan peradaban umat manusia. Permasalahan pelestarian dan pemanfaatan terhadap situs cagar budaya menjadi pertanyaan yang hingga kini masih menjadi topik dan kemelut dalam menjawab tantangan global yang semakin besar. Keberadaan tinggalan arkeologi baik yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya maupun yang masih sebagai warisan budaya membutuhkan perhatian dari berbagai pihak secara khusus masyarakat, dalam hal ini generasi muda dalam melihat peluang pemanfaatan yang dapat tercipta dan menjawab tantangan pelestarian tinggalan arkeologis kedepannya. Pada dasarnya pelestarian baik terhadap situs maupun khawasan cagar budaya telah diatur dalam UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 1 ayat 22 yaitu upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

Melihat Pasal 1 ayat 22 terkait pelestarian cagar budaya yang menyebutkan didalamnya terdapat kata memanfaatkan, pemanfaatan (UU No. 11 Tahun 2010 Pasal 1 ayat 33) adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar – besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya menjadi salah satu cara dalam upaya pelestarian cagar budaya yang saling berkaitan. Pemanfaatan cagar budaya bagi kesejahteraan masyarakat haruslah diiringi dan selaras dengan pelestarian baik situs maupun kawasan cagar budaya secara bijaksanaa sehingga dapat dimanfaatkan dalam waktu yang panjang dan berkelanjutan. Dalam UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya ditegaskan bahwa Cagar Budaya adalah Benda, Bangunan, Struktur, Situs, dan Kawasan yang memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, agama, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian perlulah pengelolaan, pelestarian dan pemanfaatan yang tepat supaya dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada bangsa Indonesia. pemanfaatan keberadaan baik situs maupun kawasan cagar budaya guna meningkatkan dan mengembangkan beberapa sektor antara lain ekonomi, pariwisata dan pendidikan menjadi tantangan pada saat ini.

Keberadaan generasi muda yang memiliki gagasan, ide yang kreatif dan inovatf dalam menciptakan produk dan sebagainya menjadi bagian penting dalam pelestarian cagar budaya terutama pemanfaatan berbasis tinggalan arkeologis cagar budaya setempat.  Pelestarian cagar budaya adalah kegiatan yang dilakukan secara sadar, terusmenerus, dan terarah guna melindungi benda benda peninggalan yang bernilai sejarah dari kegiatan yang bersifat merusak (Luwistiana, 2009: 11). Tindakan perlindungan ini berusaha untuk menjaga dan mempertahankan keberadaaan cagar budaya, agar dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang. Generasi muda menjadi bagian penting dalam upaya pemanfaatan keberadaan tiinggalan arkeologis cagar budaya.

Memberdayakan masyarakat dalam upaya pelestarian benda cagar budaya adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang tinggal di daerah sekitar benda cagar budaya. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat melalui upaya-upaya pelestarian benda cagar budaya. Di sini titik tolaknya pada pengenalan bahwa setiap manusia, masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan sangat penting dalam upaya pelestarian benda cagar budaya ( Wibowo, 2014: 59). Hal ini mengarahkan sebuah upaya pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian di mana dalam pemberdayaan mengadung prinsip-prinsip perencanaan seperti pendekatan sistem untuk mengembangkan interaksi sinergis antar komponen, metodologi pengembangan masyarakat dari dalam (development from within) yang niscaya bersifat emansipatoris dan partisipatoris, serta prinsip-prinsip perencanaan secara komprehensif, holistik dan karena itu harus bersifat terbuka (sampai pada tingkat tertentu boleh menjadi rolling plan) dan kontingen konstekstual, perlu diterjemahkan dalam tolok ukur yang terstruktur (Balitbang Depdagri, 1998: 8). Pemberdayaan adalah upaya membangun daya itu dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya. ( ibid. 65 ). Selanjutnya, upaya itu harus diikuti dengan memperkuat potensi dan daya yang dimiliki oleh masyarakat.

Kunjungan yang dilakukan oleh pemuda pemudi Karang Taruna Dusun Kaligatuk pada Minggu, 22 Juli 2018 di situs Cagar Budaya Candi Banyunibo bersama Tim KKN – PPM UGM Sub – unit 4 Dusun Kaligatuk, Srimulyo menjadi salah satu kegiatan pelestarian terhadap situs cagar budaya yang melibatkan peran generasi muda sebagai bagian penting terhadap kelangsungan dan keberlanjutan keberadaan tinggalan arkeologi.

 

 

Kegiatan ini tidak hanya sebagai kegiatan kunjungan terhadap situs cagar budaya semata, tetapi juga semakin membuka wawasan dan pengetahuan terhadap peluang pemanfaatan yang dapat dilakukan berbasis tinggalan arkeologis yang hingga kini masih menjadi persoalan besar baik dalam instansi terkait maupun masyarakat luas. Kegiatan pengenalan sebagai upaya awal dalam menggali potensi pemanfaatan situs cagar budaya, menumbuhkan ide, gagasan yang kretaif dan inovatif. Selain itu, dalam kegiatan ini diisi  pula Sosialisasi “Kenali Dirimu Kenali Potensimu” yang disampaikan oleh salah satu mahasiswa KKN – PPM UGM Fakultas Psikologi, Ni Galuh Purwanti. Kegiatan ini menjadi bagian yang tepat dalam menggali dan mengenal diri serta potensi diri yang dimiliki oleh pemuda pemudi Karang Taruna Dusun Kaligatuk. Keberadaan tinggalan cagar budaya di sekitar tempat tinggal dapat dijadikan sebagai inspirasi dalam menggali potensi dan bakat yang dimiliki terkait pemanfaatan cagar budaya sebagai pengembangan di bidang ekonomi, pariwisata dan pendidikan.

 

 

Keberadaan tinggalan arkeologi di tengah masyarakat haruslah disadari bahwa cagar budaya maupun warisan budaya adalah miliki seluruh masyarakat, tidak hanya satu instansi terkait. Dengan demikian, sinergi baik antara instansi pemerintah dengan masyarakat secara khusus generasi muda dalam upaya pemanfaatan cagar budaya dan pelestarian yang saling terkait dan berkelanjutan menjadi peluang dan potensi besar yang masih perlu digali lebih dalam guna pengembangan di berbagai sektor khususnya ekonomi, pariwisata dan pendidikan. (Penulis : Yustina D.S., Editor : Muammar K.)

 

Artikel dimuat dalam http://www.dusunkaligathuk.com/2018/08/kunjungan-karang-taruna-dusun-kaligatuk.html

 

Referensi

Luwistiana, Farida. 2009. Peran Pembelajaran Sejarah dalam Pelestarian Cagar Budaya Sangiran ( Studi Kasus di SMP N 1 Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen). Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Balitbang Depdagri. 1998. Pemerintahan Desa.  Laporan Penelitian. Jakarta: Balitbang Depdagri.

Wibowo, Agus Budi. 2014. Strategi Pelestarian Benda/Situs Cagar Budaya Berbasis Masyarakat. Kasus Pelestarian Bneda/ Situs Cagar Budaya Gampong Pande Kecamatan Kutaraja Banda Aceh Provinsi Aceh. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 8 (1). 58 - 71

Komentar atas “Kunjungan ke Candi Banyunibo: Tantangan Pelestarian dan Peluang Pemanfaatan Cagar Budaya Setempat”

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Komentar
Isikan kode Captcha di atas
 
Kebijakan Privasi

Website desa ini berbasis Aplikasi Sistem Informasi Desa (SID) Berdaya yang diprakarsai dan dikembangkan oleh Combine Resource Institution sejak 2009 dengan merujuk pada Lisensi SID Berdaya. Isi website ini berada di bawah ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International (CC BY-NC-ND 4.0) License